MEDIAMATARAKYATNEWS – Seratus hari sejak Muhammad Fithrat Irfan, mantan staf ahli DPD RI asal Sulawesi Tengah, melaporkan dugaan suap dalam pemilihan pimpinan DPD RI dan Wakil Ketua MPR RI unsur DPD. Laporan yang disampaikan pada 6 Desember 2024 itu menyeret 95 anggota DPD RI yang diduga menerima suap.
Selain dugaan suap, laporan tersebut juga menyoroti Rafiq Al Amri, senator DPD RI asal Sulawesi Tengah, yang diduga melakukan penggelapan dalam jabatan. Rafiq diduga menggunakan staf fiktif dalam surat keputusan (SK) keanggotaan stafnya yang dimasukkan ke Sekretariat Jenderal DPD RI, dengan tujuan memperkaya diri sendiri dan merugikan negara.
Irfan menyerukan kepada seluruh mahasiswa di Indonesia untuk turut mengawal kasus ini. “Mahasiswa adalah pengawal konstitusi negara ini,” tegasnya. Ia juga menyoroti dampak korupsi terhadap demokrasi. “Ini adalah tindakan yang melecehkan demokrasi di negara kita. Rusaknya mental pejabat DPD RI mencerminkan sumber daya manusia yang sudah rusak sebagai perwakilan rakyat di parlemen.”
Lebih lanjut, Irfan menegaskan bahwa korupsi merupakan akar dari banyak permasalahan di Indonesia. “Kita rakyat disuruh efisiensi, sementara korupsi tumbuh subur di negara ini,” ujarnya. Ia mengajak mahasiswa di seluruh Indonesia untuk terus mengawal kasus ini, karena menurutnya ada upaya untuk menenggelamkan skandal tersebut.
“Setiap hari di media online kita membaca berita korupsi. Akankah KPK berani mengadili 95 anggota senator DPD RI yang diduga menerima suap? Ini skandal besar yang melibatkan puluhan orang, bahkan bisa menjadi skandal terbesar di dunia,” kata Irfan.
Irfan mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar segera menaikkan kasus ini ke tahap penyelidikan. Ia menekankan bahwa publik telah menunggu tindakan tegas dari KPK sejak laporan pertama disampaikan pada 6 Desember 2024.
Hingga kini, telah ada tiga laporan yang diajukan terkait kasus ini:
Laporan pertama pada 6 Desember 2024., Laporan kedua pada 18 Februari 2025, yang dilengkapi dengan rekaman suara telepon dari petinggi partai yang diduga terlibat politik uang dalam pemilihan Wakil Ketua MPR RI unsur DPD, Laporan ketiga pada 7 Maret 2025, yang menyertakan daftar 95 senator DPD RI yang diduga menerima suap.
Irfan menilai bahwa lambannya penanganan kasus ini melecehkan demokrasi dan cita-cita luhur para pejuang bangsa. Selain itu, ia menilai hal ini juga menghambat pelaksanaan Program Astacita No.7 dari Presiden Prabowo Subianto, yang berfokus pada pemberantasan korupsi demi mewujudkan Indonesia Emas.
“Saya berharap mahasiswa seluruh Indonesia serta media nasional dan lokal ikut mengawal ketat laporan ini,” pungkasnya. (*)