MEDIA MATARAKYATNEWS || SULUT, 22/6/2024 – Retribusi Daerah dan Pajak Daerah Retribusi dan pajak daerah berdasarkan UU 1/2022. Apa itu Retribusi Daerah? Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
Lalu, apa pajak daerah itu? Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Retribusi Daerah dan Pajak Daerah yang Dialokasikan kepada Desa
Pemerintah kabupaten/kota mengalokasikan bagian dari hasil pajak dan retribusi daerah kabupaten/kota kepada desa paling sedikit 10% dari realisasi penerimaan hasil pajak dan retribusi daerah kabupaten/kota.
Pengalokasian bagian dari hasil pajak dan retribusi daerah itu dilakukan berdasarkan ketentuan:
60% dibagi secara merata kepada seluruh desa; dan 40% dibagi secara proporsional realisasi penerimaan hasil pajak dan retribusi dari desa masing-masing.
Pungutan Desa
Apakah desa boleh melakukan pungutan? Adapun istilah pungutan yang dikenal dalam UU Desa yakni berkaitan dengan perancangan/penyusunan peraturan desa. Rancangan peraturan desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, pungutan, tata ruang, dan organisasi pemerintah desa harus mendapatkan evaluasi dari bupati/walikota sebelum ditetapkan menjadi peraturan desa.
Dari rumusan ketentuan tersebut dapat kita ketahui bahwa pungutan desa harus dituangkan dalam bentuk peraturan desa yang telah dievaluasi oleh bupati/walikota.ย
Dengan kata lain, pungutan itu harus ada dasar hukumnya. Pemerintah desa tidak dapat begitu saja memungut dana dari masyarakat desa.
Pungutan Desa Termasuk Pendapatan Desa?ย ย
Patut Anda ketahui, pajak, retribusi, atau pungutan yang dimaksud adalah dalam konteks keuangan desa. Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa. Hak dan kewajiban desa ini menimbulkan beberapa hal, salah satunya pendapatan desa.
Pendapatan desa bersumber dari:ย
1. Pendapatan asli desa, terdiri dari hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli desa;
2. Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota;
3. Alokasi dana desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota; bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota; hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga; dan lain-lain pendapatan desa yang sah.
Melihat sumber-sumber pendapatan desa di atas, maka apabila ditanya apakah desa boleh melakukan pungutan, jawabannya boleh asalkan pungutan desa tersebut temasuk swadaya dan partisipasi sebagai pendapatan asli desa, dan bukan pajak daerah maupun retribusi daerah. Sehingga, pemerintah diperkenankan menerima pendapatan desa dari masyarakat, namun sifatnya adalah swadaya dan partisipasi masyarakat dalam hal ini pungutan desa.
Bolehkah Peraturan Desa Mengatur tentang Pungutan?
Menyambung pertanyaan terkait pungutan yang diatur dalam Peraturan Desa, sebenarnya Peraturan Desa dapat mengatur tentang pungutan. Ketentuan ini secara tidak langsung tertuang dalam Pasal 69 ayat (4) UU Desa:
Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa harus mendapatkan evaluasi dari Bupati/Walikota sebelum ditetapkan menjadi Peraturan Desa.
Dari bunyi ketentuan di atas, dapat dipahami adalah sebuah keharusan pengaturan pungutan hanya diatur melalui Peraturan Desa. Artinya, secara a contrario, pungutan desa tidak dapat diatur dengan Peraturan Kepala Desa atau Peraturan Bersama Kepala Desa.
RED-MATARAKYATNEWS
CS/Nj