MEDIA MATARAKYATNEWS || MINUT – Kasus Penganiayaan dengan senjata tajam (Sajam) yang diduga kuat, ada indikasi SARA, hanya di tuntut ringan oleh Jaksa Penuntut. Hal ini, menunjukan ketidakadilan terhadap pihak korban.
Tuntutan ringan yang diberikan oleh Jaksa, memberikan gambaran bagaimana keadilan tidak sepenuhnya milik yang Benar. Keterangan saksi dan korban, saat penyidikan (BAP) oleh penyidik Polsek Dimembe, dan rekonstruksi oleh Polres Minahasa Utara.
Sidang perkara nomor: 28/Pid.Sus/2025/PN Arm, Pembuktian menghadirkan saksi dalam sidang di PN Airmadidi Minahasa Utara dalam keterangan saksi dan korban saat di BAP, justru berbeda dalam isi dakwaan. Diduga, isi dakwaan dan keterangan BAP penyidik, tidak sinkron dengan keterangan para saksi dan korban.
Diketahui, kasus Penganiayaan mengunakan senjata tajam (samurai), yang terjadi di Desa Tatelu Jaga dua Kecamatan Dimembe, Minahasa Utara, terjadi pada tanggal 4 februari 2025, sekitar pukul 20:30 (Wita) malam. Kasus Penganiayaan dengan senjata tajam ini, diduga ada unsur SARA, namun entah mengapa kasus tersebut di anggap ringan.
Kronologis :
Saat itu, pelaku mendatangi rumah korban yang sudah di pengaruhi dengan minuman keras (alkohol), memasuki rumah korban dengan membawa senjata tajam berupa samurai, (panjang 73 Cm), (lebar 3 Cm), panjang sisi tajam 44 Cm), kemudian mengatakan “Kita dengar ngoni beking-beking ibadah Muslim disini kang, kita mo potong pa ngana”. Ucapan itu, diutarakan oleh pelaku sebelum pelaku melakukan penganiayaan sebanyak 3x, di bagian arah kepala korban. Usai melakukan penganiayaan dengan senjata tajam, pelaku kemudian melakukan pengrusakan di dalam rumah korban dan kembali mengatakan, “kita nemau mo lia ngoni ba ibadah Muslim di sini, kita mo cincang pa ngoni samua”. ucap korban mengutip pernyataan pelaku dalam sidang di PN Airmadidi”.
Korban merasa heran, atas hasil sidang perkara, karena keterangan saat di BAP, justru berbeda dengan isi Dakwaan. Pasalnya dalam persidangan, korban dan saksi memberikan keterangan sesuai kronologis kejadian, dan terdakwa mengakui bahwa terjadi penganiayaan dan kata-kata yang di ucapkan diduga berbau SARA tersebut, adalah benar adanya.
Dalam Dakwaan tersebut, pasal yang di kenakan Yakni, Pasal 2 ayat 1, Undang-undang darurat nomor.12 tahun 1951,(maksimal hukuman 10 tahun penjara) dan penganiayaan ringan, dengan Pasal 351 ayat 1, (pidana penjara 2 tahun 8 bulan).
Namun, fakta yang terjadi sangat berbeda 180 derajat. Terdakwa yang harusnya dihukum berat, justru hanya di tuntut oleh jaksa penuntut 2 tahun 6 bulan penjara. hal ini, kemudian menjadi pertanyaan keluarga korban bahwa, jerat yang di gunakan justru jauh lebih ringan dari Dakwaan. Apakah ada unsur kesengajaan untuk mengaburkan kasus yang sebenarnya terjadi?
Beberapa pasal terlihat dihilangkan, entah motifnya apa? Pelaku atau terdakwa, jelas-jelas sudah melakukan pengancaman, pengrusakan. Mirisnya, pernyataan yang berbau SARA yang di ulang-ulang oleh pelaku, di hilangkan dalam BAP dan persidangan. Parahnya lagi, dalam tuntutan jaksa tidak tampak adanya Pasal Penganiayaan.
Menurut korban, bahwa dia tidak akan pernah berhenti mencari keadilan, agar permasalahan sebenarnya bisa terungkap ke publik. Padahal menurut korban, dia sudah mengalah terkait unsur SARA walau dengan berat hati telah dihilangkan, menurutnya tidak mengapa demi keamanan bersama, tetapi harapan korban dan keluarga korban agar pelaku di tuntut maksimal sesuai perbuatan pelaku, tidak direalisasikan. Apakah kami harus diam saja di tengah ketidakadilan? ujarnya”.
Korban merasa sangat kecewa, karena pelaku hanya dituntut dengan pasal yang ringan, seakan menganggap hal ini (sepele). Hasil dari BAP, yang hanya mengenakan dua pasal, terlihat aneh, dan sangat tidak memberikan keadilan bagi korban.
“Saya kecewa tuntutan yang diberikan terhadap terdakwa. Mungkin hal ini, merupakan hak dari penyidik dan kejaksaan, dalam mengatur perkara ini, tetapi saya tidak akan berhenti mencari keadilan”. ujarnya dengan nada kecewa”.
Menurut korban, kalau hukumannya hanya seperti ini, maka semua orang pasti bisa melakukan hal yang sama, karena tidak memberikan efek jera. “Bisa dong, siapa saja masuk ke dalam rumah orang, dan membawa senjata tajam, dan dengan seenaknya mengucapkan kata-kata kemudian memotong orang, karena ringan hukumannya. “ucapnya.
Korban mengungkapkan bahwa, masalah ini besar dampaknya, dan korban sudah berusaha meredamnya, agar tidak terjadi hal yang tidak di inginkan oleh semua orang. Hal ini, harusnya disikapi serius oleh aparat penegak hukum (APH). Jika tidak, akan berbahaya di kemudian hari.
Jaksa Penuntut, saat dimintai keterangan oleh wartawan, terkait tanggapannya terhadap pasal yang di kenakan ke terdakwa, beberapa waktu lalu mengatakan bahwa,
“Kami sebagai Jaksa penuntut, menyampaikan tuntutan, berdasarkan pada Pasal yang di kenakan oleh penyidik kepolisian dalam BAP, walaupun keterangan dalam fakta persidangan berbeda. “ucap Jaksa Penuntut.
Bunyi tuntutan jaksa penuntut pada hari Senin, 30 April 2025, terlihat tidak tampak adanya pasal penganiayaan. Yang ada, jaksa hanya mengunakan dakwaan alternatif Ke Satu, UU Darurat Pasal 2 ayat (1), Undang-undang Darurat No.12 Tahun 1951, yang jauh lebih ringan.
Isi Tuntutan Jaksa,
M E N U N T U T
Supaya Majelis Hakim, Pengadilan Negeri Airmadidi yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan :
1. Menyatakan Terdakwa FRANGKLIN TURANGAN telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ”tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia Sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk” melanggar Pasal 2 ayat (1), Undang-undang Darurat No.12 Tahun 1951, Jo Undang-undang No.1 Tahun 1961, tentang penetapan semua Undang-undang Darurat dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang yang ada sebelum tanggal 1 Januari 1961, menjadi undang-undang sebagaimana dakwaan alternatif KESATU penuntut umum;
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa, berupa pidana penjara selama 2 (dua) Tahun 6 (enam) bulan, dikurangi masa penahanan yang telah dijalani;
3. Menyatakan agar terdakwa tetap ditahan;
4. Menyatakan barang bukti berupa :
1. 1 (satu) buah samurai, dengan panjang keseluruhan 73 cm ,lebar 3 cm panjang sisi tajam 48 cm Dirampas Untuk Dimusnahkan.
5. Menetapkan, agar terdakwa dibebani biaya perkara sebesar Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah).
Dia (Korban) berharap pihak pengadilan negeri (PN) Airmadidi, mempertimbangkan kembali permasalahan ini, agar permasalahan ini bisa tertangani dengan baik.
Red-MATARAKYATNEWS
Editor: Redaksi