MEDIA MATARAKYATNEWS || SUMBAR – Dua anak mengalami luka-luka, akibat dipukul kerumunan massa yang berupaya mengusir mereka. Kepolisian setempat, menyatakan telah menahan sembilan orang terduga pelaku perusakan di rumah doa tersebut.
Pendeta GKSI Anugerah Padang, F Dachi, mengatakan kejadian berlangsung tiba-tiba.
Menurutnya, beberapa warga berdatangan membawa kayu, melempar batu, membawa pisau, dan bersorak “bubarkan” ke arah rumah doa itu. ucapnya dikutip CNBC Indonesia.
Rumah doa tersebut, didirikan untuk tujuan pendidikan agama terhadap anak-anak Kristen yang menimba ilmu di sekolah Negeri, karena mereka tidak mendapatkan pendidikan agama Kristen di lingkungan sekolah.
Dia memaparkan, beberapa orang memukul jendela kaca menggunakan kayu, melempar kursi, serta merusak barang-barang yang ada di dalam rumah doa tersebut.
Puluhan anak-anak yang sedang belajar agama Kristen di dalam rumah doa itu, menurutnya, histeris dan berlarian keluar. Sebanyak dua anak berusia 11 tahun dan sembilan tahun menjadi korban pemukulan.
“Yang satu kakinya cedera dan tidak bisa jalan karena dipukul dengan kayu. Satu lagi bagian bahunya juga dipukul dengan kayu. Keduanya sudah dibawa ke Rumah Sakit,” tutur Dachi.
Sementara Penasihat Hukum masyarakat Nias, Yutiasa Fakho, mengungkapkan bahwa intimidasi dan pelarangan untuk beribadah bukan kali pertama terjadi di Kota Padang.
Dua tahun lalu, tepatnya pada 29 Agustus 2023, kejadian serupa terjadi di sebuah rumah ibadah yang terletak di daerah Lubuk Begalung, Padang, Sumatera Barat. Jemaat Kristen di lokasi tersebut mendapatkan intimidasi dan ancaman dari puluhan warga kala itu.
Perusakan juga, dilakukan dengan melempari kaca menggunakan batu hingga adanya pengancaman.
“Kita sangat menyesali betul, hal yang terjadi. Kita di Indonesia ini, sudah dijamin untuk umat beragama. Tetapi, oknum-oknum ini masih ada yang memanfaatkan situasi. Karena ini bisa mencederai keberagaman kita dan kebhinekaan kita,” kata Yutiasa Fakho.
Menurutnya, dalam perkara di daerah Lubuk Begalung tersebut para pelaku sudah divonis bersalah dan diberikan hukuman penjara selama tujuh bulan.
“Makanya, kami tetap ingin melanjutkan [kejadian di rumah doa] ini ke ranah hukum. Soal memaafkan, kami sudah memaafkan apa yang terjadi. Tapi soal perkara hukum akan tetap berjalan,” ungkapnya.
Yutiasa mengatakan, ia akan melaporkan perusakan, penganiayaan, serta pengancaman tersebut kepada Polda Sumatera Barat pada senin, (28/07) pagi.
“Kami akan ke Mapolda Sumbar, untuk melaporkan hal ini. Saat ini, kami masih mengumpulkan lagi bukti-bukti soal kejadian tadi,” ungkapnya.
RED-MATARAKYATNEWS
Editor : Ferdi Takalelumang