Uniknya Perkawinan Adat Minahasa, Khususnya Sub Etnis Tonsea Calon Pengantin Diwajibkan Untuk Menanam Pohon

Berita, Minahasa Utara1596 Dilihat

TATELU โ€“ MINAHASA UTARA // MatarakyatNews.com, 4 Desember 2023. Dalam ragam budaya masyarakat adat memiliki kearifan- kearifan lokal, yang senantiasa dipelihara oleh masyarakat.

Perkawinan merupakan aspek lain dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan bersama masyarakat. Masyarakat Adat Minahasa, khususnya etnis Tonsea, sampai saat ini masih melaksanakan perkawinan secara adat. Di antara berbagai fakta tentang kerusakan alam secara global, ditengarai justru perkawinan adat Minahasa, khususnya pada sub etnis Tonsea, justru perlu dilestarikan karena berkontribusi terhadap kelestarian lingkungan.

Di Tonsea, perkawinan secara adat dilaksanakan oleh Tumanda, yakni Hukum Tua yang bertugas melangsungkan perkawinan adat. Dalam perkawinan adat ini, calon mempelai harus sudah melengkapi berkas administratif yang dibutuhkan untuk pencatatan sipil nantinya. Selain memenuhi berkas secara lengkap, calon mempelai harus menanam pohon berkayu. Penanaman pohon biasanya dengan diantarkan oleh kedua orangtuanya dan ketua lingkungan setempat. Tidak ada batasan pohon kayu apa yang harus ditanam, harus ditanam dimana dan sejumlah berapa.

Baca Juga  Ayo, Buruan Ke Samsat, Ada Pemutihan Kendaraan Tahunan dan 5 Tahunan, Resmi Di Buka. Berlaku 1 April - 23 Desember 2024. Bawa Berkas - Berkas Ini

Pada dasarnya semakin banyak pohon ditanam akan semakin baik. Saat ini di Kabupaten Minahasa Utara (Tonsea) bahkan Bupati mengharuskan calon mempelai yang hendak menikah di wilayah pemerintahan Minahasa Utara, wajib untuk menanam pohon. Pemerintah menyediakan lokasi yang terletak di depan kantor Bupati Minahasa Utara seluas 15 hektare, yang diberi nama โ€œHutan Kenanganโ€.

Penanaman juga bisa dilakukan di kebun/lading. โ€œHukum Tuaโ€ adalah pemuka yang mengurus sebagai kesatuan masyarakat hukum adat teritorial. Hukum Tua dalam tugasnya dibantu oleh Kepala Jaga dan Mewetang sebagai pembantu lainnya. atau di pinggir jalan sebagai pohon peneduh dan sebagainya. Penanaman ini didasarkan pepatah dalam masyarakat yang menyatakan: โ€œKarena bapakmu suka menebangi pohon, maka kamu yang harus menanam pohon. Pepatah inilah yang kemudian dilaksanakan sebagai kearifan lokal masyarakat sub etnis Tonsea Minahasa dalam melaksanakan perkawinan adatnya.

Baca Juga  Siapa Dalang Dan Aktor Utama Sebenarnya Dalam Kasus Pengadaan Lahan RSUD Maria Walanda Maramis TA. 2020. Adakah Kepentingan Pribadi Dalam Kasus Ini?

Satu upaya kecil yang dilakukan oleh masyarakat, seperti penanaman pohon kayu yang telah dilakukan di masyarakat Minahasa, mungkin tidak dapat serta merta menyelesaikan persoalan yang terjadi. Namun tanpa melakukan upaya apapun, akan menambah rumitnya persoalan.

Masyarakat Minahasa adalah salah satu komunitas masyarakat adat yang masih memelihara teguh adat budayanya, termasuk sistem perkawinan adatnya. Perkawinan adat Minahasa ternyata mendukung perlindungan sumber daya hayati.

Baca Juga  Bawaslu RI Ingatkan Agar Teliti dan Awasi Syarat Pencalonan Kepala Daerah

Di kutip dari Unika Repository, Hubungan antara Hukum Adat dan Hukum Lingkungan Pertelingkaran antara hukum adat dengan hukum lingkungan, khususnya mengenai perlindungan sumber daya hayati adalah suatu hal yang nyata dan mungkin terjadi. Di dalam Ilmu Hukum, Hukum Lingkungan termasuk dalam kelompok hukum publik, sedangkan Hukum Perkawinan termasuk dalam kelompok hukum privat.

Perkawinan adat Minahasa masih tetap dilaksanakan sampai dengan saat ini. Salah satu keunikan dalam perkawinan adat Minahasa, khususnya sub etnis Tonsea adalah calon pengantin diwajibkan untuk menanam pohon berkayu. Kewajiban yang telah berjalan turun temurun secara adat ini secara tidak langsung telah memberikan perlindungan terhadap sumber daya hayati.

 

Redaksi MatarakyatNews

Najmah

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *